Kamis, 30 April 2015

Sistem Hidrostatis

Sistem hidrostatis merupakan zat kimia yang tidak diperhatikan sifat kelistrikannya, kemagnetannya, elastisitasnya, dan sifat tegangan permukaannnya. Sistem hidrostatis ada dua, yaitu: zat murni dan zat tak murni. Contoh sistem hidrostatis adalah: gas, cairan, atau padatan. Sistem hidrostatis disebut zat murni apabila terdiri atas satu senyawa kimia saja dan berada dalam keadaan setimbang termodinamis. Misalnya: Es (H2O), Air (H2O), Uap Air (H2O), Karbondioksida (CO 2), Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), atau Oksigen (O 2). Karbondioksida, hidrogen, nitrogen, dan oksigen dapat berada dalam wujud padatan, gas, maupun cairan. Sistem hidrostatis disebut zat tak murni apabila terdiri atas campuran zat murni yang berada dalam keadaan setimbang termodinamis. Misalnya: udara yang terdiri dari campuran oksigen, nitrogen, uap air, dan karbondioksida. Dalam udara masih ada beberapa jenis gas lagi, namun jumlahnya sedikit sekali, misalnya gas argon, helium, neon, dan gas kripton. Persamaan keadaan sistem hidrostatis dinyatakan dalam fungsi f (p, V, T) = 0 . . . . . (3.6) Sebagai teladan. a. Gas Ideal, dengan persamaan keadaan: p V = n R T . . . . . (3.7.a) b. Gas Clausius, dengan persamaan kedaan: p (v – b) = R T . . . . (3.7.b) A, B, C, dan seterusnya disebut sebagai koefisien virial yang merupakan fungsi temperatur. Karena persamaan 3.8.b sama dengan persamaan 3.9, maka diperoleh: A = R T, B = R T b, C = R T b2, demikian selanjutnya.

Turbin Uap

Turbin uap merupakan suatu penggerak mula yang mengubah energi potensial uap menjadi energi kinetik dan selanjutnya diubah menjadi energi mekanis dalam bentuk putaran poros turbin. Poros turbin, lansung atau dengan bantuan roda gigi reduksi, dihubungkan dengan mekanisme yang akan digerakkan. Tergantung pada jenis mekanisme yang digunakan, turbin uap dapat digunakan pada berbagai bidang seperti pada bidang industri, untuk pembangkit tenaga listrik dan untuk transportasi. Pada proses perubahan energi potensial menjadi energi mekanisnya yaitu dalam bentuk putaran poros dilakukan dengan berbagai cara. Pada dasarnya turbin uap terdiri dari dua bagian utama, yaitu stator dan rotor yang merupakan komponen utama pada turbin kemudian di tambah komponen lainnya yang meliputi pendukunnya seperti bantalan, kopling dan sistem bantu lainnya agar kerja turbin dapat lebih baik. Sebuah turbin uap memanfaatkan energi kinetik dari fluida kerjanya yang bertambah akibat penambahan energi termal. Turbin uap adalah suatu penggerak mula yang mengubah energi potensial menjadi energi kinetik dan energi kinetik ini selanjutnya diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros turbin. Poros turbin langsung atau dengan bantuan elemen lain, dihubungkan dengan mekanisme yang digerakkan. Tergantung dari jenis mekanisme yang digerakkan turbin uap dapat digunakan pada berbagai bidang industri, seperti untuk pembangkit listrik. Sebuah sistem turbin uap – generator yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap berfungsi untuk mengkonversikan energi panas dari uap air menjadi energi listrik. Proses yang terjadi adalah energi panas yang ditunjukkan oleh gradien/perubahan temperatur dikonversikan oleh turbin menjadi energi kinetik dan sudu-sudu turbin mengkonversikan energi kinetik ini menjadi energi mekanik pada poros/shaft. Pada akhirnya, generator mengkonversikan energi mekanik menjadi energi listrik. Panas dari uap air yang tidak terkonversi menjadi energi mekanik, terdisipasi/dibuang di kondenser oleh air pendingin. Umumnya PLTU menggunakan turbin uap tipe multistage, yakni turbin uap yang terdiri atas lebih dari 1 stage turbin (Turbin High Pressure, Intermediate Pressure, dan Low Pressure). Uap air superheater yang dihasilkan oleh boiler masuk ke turbin High Pressure (HP), dan keluar pada sisi exhaust menuju ke boiler lagi untuk proses reheater. Uap air yang dipanaskan kembali ini dimasukkan kembali ke turbin uap sisi Intermediate Pressure (IP), dan uap yang keluar dari turbin IP akan langsung masuk ke Turbin Low Pressure (LP). Selanjutnya uap air yang keluar dari turbin LP masuk ke dalam kondenser untuk mengalami proses kondensasi. urbin uap terdiri dari sebuah cakram yang dikelilingi oleh daun-daun cakram yang disebut sudu-sudu. Sudu-sudu ini berputar karena tiupan dari uap bertekanan yang berasal dari ketel uap, yang telah dipanasi terdahulu dengan menggunakan bahan bakar padat, cair dan gas. Uap tersebut kemudian dibagi dengan menggunakan control valve yang akan dipakai untuk memutar turbin yang dikopelkan langsung dengan pompa dan juga sama halnya dikopel dengan sebuah generator singkron untuk menghasilkan energi listrik. Setelah melewati turbin uap, uap yang bertekanan dan bertemperatur tinggi tadi muncul menjadi uap bertekanan rendah. Panas yang sudah diserap oleh kondensor menyebabkan uap berubah menjadi air yang kemudian dipompakan kembali menuju boiler. Sisa panas dibuang oleh kondensor mencapai setengah jumlah panas semula yang masuk. Hal ini mengakibatkan efisisensi thermodhinamika suatu turbin uap bernilai lebih kecil dari 50%. Turbin uap yang modern mempunyai temperatur boiler sekitar 5000C sampai 6000C dan temperatur kondensor 200C sampai 300C

Pompa Kalor

Pompa kalor adalah mesin yang memindahkan panas dari satu lokasi (atau sumber) ke lokasi lainnya menggunakan kerja mekanis. Sebagian besar teknologi pompa kalor memindahkan panas dari sumber panas yang bertemperatur rendah ke lokasi bertemperatur lebih tinggi. Contoh yang paling umum adalah lemari es, freezer, pendingin ruangan, dan sebagainya. Pompa kalor bisa disamakan dengan mesin kalor yang beroperasi dengan cara terbalik. Satu tipe yang paling umum dari pompa kalor dengan menggunakan sifat fisik penguapan dan pengembunan suatu fluida yang disebut refrigeran. Pada aplikasi sistem pemanasan, ventilasi, dan pendingin ruangan, pompa kalor merujuk pada alat pendinginan kompresi-uap yang mencakup saluran pembalik dan penukar panas sehingga arah aliran panas bisa dibalik. Secara umum, pompa kalor mengambil panas dari udara atau dari permukaan. Beberapa jenis pompa kalor dengan sumber panas udara tidak bekerja dengan baik setelah temperatur jatuh di bawah -5 oC (23 oF). Cara kerja Berdasarkan pada hukum kedua termodinamika, panas tidak bisa secara spontan mengalir dari sumber bertemperatur rendah ke lokasi bertemperatur tinggi; suatu kerja dibutuhkan untuk melakukan ini. Pompa kalor berbeda dalam hal bagaimana mereka mengaplikasikan kerja tersebut untuk memindahkan panas, namun pada dasarnya pompa kalor adalah mesin kalor yang bekerja secara terbalik. Mesin kalor membuat energi mengalir dari lokasi yang lebih panas ke lokasi yang lebih dingin, menghasilkan fraksi dari proses tersebut sebagai kerja. Kebalikannya, pompa kalor membutuhkan kerja untuk memindahkan energi termal dari lokasi yang lebih dingin ke lokasi yang lebih panas. Sejak pompa kalor menggunakan sejumlah kerja untuk memindahkan panas, sejumlah energi yang dibuang ke lokasi yang lebih panas mengandung kalor yang lebih tinggi dari pada sejumlah kalor yang diambil dari sumber dingin. Satu tipe pompa kalor bekerja dengan mengeksploitasi sifat fisik penguapan dan pengembunan fluida yang disebut refrigran. Fluida yang bekerja, pada keadaan gasnya, diberi tekanan dan disirkulasikan menuju sistem dengan kompresor. Pada satu sisi dari kompresor, di mana gas dalam keadaan panas dan bertekanan tinggi, didinginkan di penukar panas yang disebut kondenser, hingga fluida itu mengembun pada tekanan tinggi. Refrigeran yang telah mengembun melewati alat penurun tekanan yang dapat dilakukan dengan memperluas volume saluran (memperlebar saluran atau memperbanyak cabang), atau juga bisa dengan penghambat berupa turbin. Lalu, refrigeran yang berbentuk cair masuk ke sistem yang ingin didinginkan. Dalam proses pendinginan itu, refrigeran mengambil panas sehingga refrigeran kembali menguap dan sistem menjadi dingin. Dalam sistem seperti ini, sangat penting bagi refrigeran untuk mencapai suhu tinggi ketika diberi tekanan, karena panas sulit bertukar dari fluida dingin ke lokasi yang lebih panas secara spontan. Dalam hal ini, refrigeran harus bersuhu lebih tinggi dari temperatur penukar panas. Dengan kata lain, fluida harus bertekanan rendah jika ingin mengambil kalor dari suatu sistem dan menguap, dan fluida harus bertekanan tinggi jika ingin membuang kalor dan mengembun. Hal ini sesuai dengan persamaan gas ideal yang menyatakan bahwa temperatur berbanding lurus dengan tekanan. Jika hal ini tercapai, efisiensi tertinggi akan tercapai. Refrigeran Hingga tahun 1990, refrigeran yang biasa digunakan adalah jenis klorofluorokarbon (CFC) yang memakai nama dagang Freon. Pembuatan CFC dihentikan pada tahun 1995 karena kerusakan lapisan ozon yang disebabkan CFC. Setelah CFC dilarang digunakan, penggunaan amonia meluas, lalu diikuti dengan propana dan butana yang kurang korosif, juga isobutana yang saat ini digunakan secara luas. Jenis fluida lainnya yang dapat digunakan sebaga refrigeran adalah karbon dioksida, hidrogen, helium, dan nitrogen. Penggunaan mereka pada umumnya dalam industri yang menyediakan teknologi pendingin yang menggunakan gas-gas tersebut. Koefisien performa Membandingkan kerja suatu pompa kalor berarti bukan membicarakan efisiensi, namun koefisien performa, meski secara luas mengandung arti sama, yaitu seberapa baik performa / kinerja dibandingkan dengan kerja yang dilakukan. Koefisen performa adalah rasio seberapa besar panas yang dipindahkan dibandingkan dengan kerja yang diberikan. Semakin besar panas yang dapat dipindahkan dengan sejumlah kerja demikian, maka koefisien performa semakin tinggi

Siklus Gabungan

Siklus gabungan ialah dimana adanya persamaan antara siklus motor bensin dengan siklus motor diesel di dalam proses pembakaran di dalam silinder ,dapat kita lihat dibawah ini. proses siklus: 0-1 : Pemasukan BB pd P konstan 1-2 : Kompresi Isentropis 2-3a : Pemasukan kalor pd V konstan 3a-3 : Pemasukan Kalor pd P konstan 3-4 : Ekspansi Isentropis 4-1 : Pembuangan kalor pd V konstan 1-0 : Pembuangan gas buang pd P konstan 1. SIKLUS MOTOR BENSIN Siklus Otto merupakan siklus motor bakar yang banyak digunakan untuk motor bakar dengan bahan bakar bensin, ditunjukkan pada gambar 2–12. Ada beberapa proses yang berlangsung pada siklus Otto ini seperti pada gambar diatas yaitu: Proses 0 – 1 yaitu pembukaan katup isap dan pengisapan campuran udara bahan bakar ke dalam silinder. Proses 1 – 2 yaitu proses kompresi yang berlangsung secara isentropic (adiabatic reversible) dimana seluruh katup isap dan katup buang dalam keadaan tertutup. Udara dan bahan bakar dimampatkan, dimana temperature dan tekanan pada tingkat 2 lebih tinggi dari tingkat 1. Proses 2 – 3 yaitu proses pembakaran yang berlangsung secara isovolumetrik (volume konstan). Pada proses ini terjadi pengapian campuran bahan bakar dan udara oleh busi. Kalor dipindahkan ke system yang mengakibatkan peningkatan temperature, tekanan dan entropi. Jumlah perpindahan kalor ke system adalah: Q2-3 = m . cv . (T3 – T2) ……………………………………………………. 2.3. Dimana : m : massa (kg) cv : Kalor spesifik volume konstan (J/kg-mol K) T : Temperatur. Proses 3 – 4 yaitu proses ekspansi yang berlangsung secara isentropic. Dimana gas hasil pembakaran berekspansi secara isentropic dan juga disebut langkah kerja dimana tekanan dan temperature akan menurun. Hingga akhir proses ekspansi, katup isap dan buang tetap tertutup.Karakteristik motor 4 tak : 1. Bahan bakarnya hemat. 2. Gas bekasnya lebih bersih (emisinya rendah). 3. Kontrusinya rumit, karena adanya klep, sehingga harganya mahal dan perawatannya sulit. Karakteristik motor 2 tak : 1. Bahan bakarnya boros. 2. Gas bekasnya kotor (emisinya tinggi). 3. Konstruksinya sederhana, sehingga harganya murah dan perawatannya mudah.

Sistem Paramagnetik

Sistem paramagnetik merupakan gas, cairan, padatan, atau campuran dari dua atau tiga wujud tersebut yang memiliki kuat medan magnet luar yang disebut induksi magnetik (B) yang mempengaruhi kemagnetan atom-atom atau magnetisasi (M). Sedangkan temperatur sistem paramagnetik mempengaruhi orientasi atom-atom sistem paramagnetik dan orientasi atomatom ini akhirnya mempengaruhi magnetisasi. Jadi sistem paramagnetik minimal mempunyai tiga koordinat sistem, yaitu: induksi magnetik luar (B), Magnetisasi (M), dan temperatur sistem paramagnetik (T). Sedangkan contoh sistem paramagnetik misalnya: Aluminum (Al), Calcium (Ca), Magnesium (Mg), dan Chromium (Cr). Untuk jelasnya, ditinjau sebuah kristal Mg yang memiliki banyak atom, misalnya sebanyak m buah atom. Andaikan kristal ini dibiarkan begitu saja, maka kristal tetap dalam kondisi netral. Jika dipandang dari segi kemagnetannya, atom-atom Mg merupakan momen atau dipol magnetik (μ i) yang tertentu, sehingga dipol magnetik totalnya adalah: Namun, karena arah dipol magnetik berbeda-beda (berorientasi secara acak) sedemikian rupa, sehingga magnetisasinya tidak ada atau sama dengan nol. Atom-atom tidak terlihat mata, maka atom-atom yang bersifat magnet atau dipol magnetik ini merupakan magnet-magnet kecil sekali yang disebut magnet elementer. Karena arah magnet elementer berbeda-beda sedemikian rupa, sehingga kemagnetan kristal Mg juga tidak tampak atau kemagnetannya sama dengan nol, sehingga magnetisasinya juga sama dengan nol. Pada hakikatnya momen magnetik atau dipol magnetik bersumber pada elektron yang mengelilingi inti dalam kulit atau sub kulit yang tidak penuh seluruhnya. Momen magnetik atom dinyatakan dalam satuan yang disebut sebagai magneton Bohr, yaitu: μB ≈ 9 x 10 – 24 A m2 . . . . . (3.11) Andaikan sistem paramagnetik yang berupa kristal Mg diperlakukan, misalnya diberi medan magnet luar yang kuat dengan induksi magnetik B, maka dipol magnetik atau magnet elementer arahnya akan terorientasi searah dengan medan magnet luar. Dengan demikian, sistem paramagnetik memiliki suatu besaran atau koordinat yang menyatakan kuat medan magnet luar yang disebut induksi magnetik B. Tanpa medan magnet luar, sepotong kristal paramagnetik tidak memiliki apa yang dinamakan kemagnetan atau magnetisasi M, karena masing-masing magnet elementer atau dipol magnetik berorientasi acak. Karena ada medan magnet luar, maka magnet elementer atau dipol magnetik terorientasi searah dengan arah medan magnet luar. Boleh dinyatakan, magnet-magnet elementer atau dipol magnetik akan berusaha menyejajarkan (menjajarkan) diri dengan medan magnet luar. Dengan demikian magnetisasi M merupakan koordinat kedua sistem paramagnetik. Koordinat ketiga sistem paramagnetik adalah temperatur (T). Mengapa demikian ? Karena penyejajaran (penjajaran) magnet elementer atau dipol magnetik (μ i) oleh kuat medan magnet luar dengan induksi magnetik B ditentang oleh temperatur (T). Maksudnya, karena atomatom dalam suatu kristal senantiasa bergetar, sedangkan kenaikan temperatur menyebabkan getaran semakin hebat, maka semakin tinggi temperatur semakin acak orientasi magnet elementer atau dipol magnetiknya, sehingga magnetisasinya (M) semakin kecil.